Jauh hari sebelum peluit Pilgub DKI 2017 ditiup, nama Ridwan Kamil disebut-sebut sebagai sosok yang mampu mengalahkan Ahok yang juga calon petahana.
Bahkan, menurut sejumlah rilis survei, Ridwan dinilai mampu mengancam posisi Ahok. Sementara, Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengekor di belakang Ridwan. Ketika itu, Pilgub DKI 2017 seolah menjadi milik Ahok, Ridwan, dan Risma.
Tetapi, usai menemui Jokowi pada 29 Februari 2016, Ridwan memutuskan untuk tidak terjun dalam Pilgub DKI 2017.
Lepas dari pusaran Pilgub DKI 2017, Walikota Bandung itu digadang-gadang untuk maju dalam Pilkada Jabar 2018.
Lebih dari itu, dengan tingkat popularitas dan elektabilitasnya yang tertinggi di antara sejumlah tokoh Jabar lainnya, Ridwan sudah bisa dipastikan dapat memenangi Pilgub Jabar 2018.
Sayang, pasca Nasdem mendeklarasikan pencagubannya, Ridwan dijauhi masyarakat Jabar. Hanya dalam waktu singkat, sentimen negatif warga Jabar terhadap Nasdem, menulari Ridwan. Berbagai cibiran, bahkan hujatan, pun lansung dilontarkan kepada Ridwan.
Kepada Komunitas Pesantren se-Jabar, Ridwan mengungkapkan alasannya menerima pinangan Nasdem. Alasan Ridwan ini memviral lewat video yang diunggah lewat Youtube.
Dalam video tersebut, Ridwan mengatakan "..tiba-tiba NasDem tidak banyak mikir, di posisi yang sama itu, langsung aja mendeklarasikan (saya sebagai calon Gubernur Jawa Barat). NasDem ini, dia punya media dan Kejaksaan. Kalau saya tolak, kemungkinan banyak mudaratnya kepada saya, kepada pembangunan Kota Bandung terganggu." (di-copas dari Detik.com).
Jika disimak, ada yang aneh dari alasan Ridwan tersebut. Untuk memenangi kompetisi seberat Pilkada Jabar, Ridwan memang membutuhkan dukungan media, dan Nasdem memiliki Metro TV yang dapat difungsikan sebagai corong kampanye.
Tetapi, apakah Ridwan tidak menyadari jika popularitas dan elektabilitasnya lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitasnya dan juga pendukungnya di sejumlah jejaring media sosial.
Jika Ridwan menganggap Metro TV dapat membantu memenangkannya dalam Pilgub Jabar, apakah Ridwan tidak memperhatikan jika media seperti Metro TV dan TV One tidak mampu mendongkrak elektabilitas pemiliknya.
Elektabilitas Aburuzal Bakrie hanya mentok di 10%. Sementara Surya Paloh lebih parah lagi. Meski kerap wara-wiri dengan pidato “restorasinya”, elektabilitas Surya tidak mampu melampaui 3%.
Selanjutnya, apakah Ridwan tidak memperhatikan jika sentimen negatif warga Jabar terhadap Metro TV meningkat pasca kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok.