Tampang

Politik Papan Catur: Strategi, Siasat, dan Dilema Demokrasi

1 Jun 2025 10:08 wib. 44
0 0
-(SHUTTERSTOCK)
Sumber foto: Google

Tengah permainan adalah saat sebenarnya pertarungan dimulai. Lawan mulai terlihat. Manuver kuda dimulai. Koalisi dibentuk. Lawan dijepit, sekutu dicurigai, dan kesetiaan diuji. Di tengah permainan ini pula, muncul siasat licik: politik uang, penggiringan opini, intimidasi birokrasi. Semua dibenarkan, asal langkah tetap hidup.

Akhir permainan selalu mengenaskan. Yang kalah tak selalu tersingkir, kadang jadi konsultan atau menteri. Yang menang belum tentu memimpin, kadang hanya wayang dari dalang yang tak pernah muncul. Karena seperti catur, politik Indonesia kadang tak pernah benar-benar berakhir—hanya berganti papan.

Dalam catur, mengorbankan pion demi menteri adalah lazim. Dalam politik, mengorbankan etika demi kekuasaan juga dianggap wajar. Namun, benarkah kita sedang bermain catur yang masuk akal, atau sudah berubah menjadi arena pertaruhan? Kita melihat politisi muda yang idealis dilempar keluar karena menolak ikut langkah kotor. Kita melihat kepala daerah dengan niat baik ditikam oleh partainya sendiri karena tak menyetor “setoran”. Kita melihat rakyat digiring memilih pion yang telah ditentukan, hanya untuk ditinggal begitu permainan selesai. Di titik ini, kita bertanya: siapa sebenarnya pemainnya? Siapa yang mengatur langkah-langkah ini? Apakah partai? Apakah oligarki? Apakah algoritma media sosial? Atau barangkali permainan ini memang sudah tak jelas siapa lawan siapa—karena semua berpura-pura bermain untuk rakyat, padahal sedang bertanding untuk diri sendiri.

Kemenangan dan Kesunyian Demokrasi Catur memiliki tujuan: skak mat. Politik juga memiliki tujuan, katanya: kesejahteraan rakyat. Namun, terlalu sering kita melihat politik tidak mengarah ke rakyat, hanya ke kursi. Kekuasaan menjadi tujuan, bukan alat. Rakyat bukan tujuan, hanya peta jalan yang dilintasi dan dilupakan.

Di papan catur, kemenangan adalah soal teknik. Di politik, kemenangan adalah soal narasi. Siapa yang bisa menjual cerita lebih baik, lebih menyentuh, lebih dramatis, maka dialah yang menang. Tidak penting apakah cerita itu benar. Yang penting: publik percaya. Di sinilah demokrasi kita bergetar. Ia bukan lagi suara rakyat, tapi suara yang dibentuk oleh mesin. Dan langkah-langkah politik itu bukan untuk mendekat ke rakyat, tapi untuk menempatkan pion-pion di ruang-ruang strategis agar suara bisa dikunci, dan lawan bisa disingkirkan bahkan sebelum bertanding.

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

Yuk Intip Manfaat Teh Celup Bekas
0 Suka, 0 Komentar, 5 Apr 2018

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?