Sekalipun PAN yang memiliki kedekatan kekeluargaan dengan SBY bergabung, Demokrat tetap tidak dapat mengajukan capres-cawapresnya, Sebab baik dari jumlah kursi maupun jumlah suara yang didapat Demokrat dan PAN masih di bawah ambang batas yang dipersyaratkan dalam RUU Pemilu.
SBY dan Lingkiran Setan yang Dihadapinya
Kalau peta politik mengacu pada Pilgub DKI 2017, maka Pilpres 2019 bisa memunculkan 3 paslon. PDIP CS dengan Jokowi sebagai jagoannya. Gerindra-PKS dengan Prabowo sebagai capresnya. Dan, paslon aduan Demokrat yang mendapat dukungan dari PAN, PPP, dan PKB.
Sayangnya, SBY belum memiliki calon kuat untuk diduelkan dengan Jokowi dan Prabowo. Sialnya lagi, SBY sudah tidak mungkin lagi menggelar ajang konvensi pencarian capres seperti pada saat Pilpres 2014. Ditambah lagi, SBY pun tidak mungkin nekad mencalonkan putranya, Agus Harimurti Yudhoyono seperti saat Pilgub DKI 2017.
Di sinilah SBY menghadapi lingkaran setannya. SBY tidak mungkin mencari sosok yang dapat dijagokannya, tanpa terlebih dulu memastikan dukungan dari parpol-parpol painnya. Tetapi, parpol-parpol pun tidak akan memberikan dukungannya, kalau SBY tidak menawarkan calon yang layak bertarung dengan Jokowi dan Prabowo.
Kalau SBY tidak sanggup memecah lingkaran setan yang dihadapinya, pilihannya tinggal netral atau mendukung pencapresan Prabowo. Pilihan kedualah yang mungkin akan dibicarakan oleh Prabowo jika bertemu dengan SBY.
Jika SBY kemudian memberikan dukungannya kepada Prabowo, secara otomatis nilai tawar PKS kepada Prabowo pun akan menurun. Karena dengan dukungan SBY, Prabowo tidak perlu lagi menggantungkan nasib pencalonannya kepada PKS.
Dalam soal RUU Pemilu 2019, jika pasal tentang PT berhasil dibatalkan, maka baik Prabowo maupun SBY tidak perlu lagi menggantungkan nasibnya pada sokongan parpol-parpol lainnya. Prabowo dapat mencalonkan dirinya tanpa dukungan PKS. Demikian juga dengan SBY yang dapat mencalonkan jagoannya tanpa menunggu dukungan dari parpol-parpol lainnya.
Sayangnya, sekalipun usulan pemerintah Jokowi dalam RUU Pemilu itu bisa dibilang manuver ngawur, tetapi sejumlah parpol telah menyatakan dukungannya. Hal ini tidak mengherankan karena; Pertama, parpol-parpol itu tidak mempunya kader yang dapat menandingi Jokowi dan Prabowo. Kedua, PT menjadi alat tawar bagi partai. Jadi, RUU ini akan lancar-lancar saja dibahas di DPR RI.
RUU ini baru bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi setelah disahkan. Masalahnya lagi, terbentur pada soal waktu. Kalau waktu penetapan RUU itu mepet dengan waktu pelaksanaan Pemilu 2019, dan ketok palu MK baru dilakukan setelah batas waktu pendaftaran pasangan capres-cawapres, maka manuver ugal-ugalan Jokowi itu akan berjalan mulus pada 2019.