Pada 2014 MK mengeluarkan keputusan tentang waktu pelaksanaan pemilu. Menurut MK, berdasarkan UUD, Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden harus digelar secara serentak. Tetapi, karena soal keterbatasan waktu, maka keputusan MK itu baru bisa dilaksanakan mulai Pemilu 2019. Artinya, mulai 2019, Pileg dan Pilpres harus dilangsungkan bebarengan pada hari yang sama.
Karena digelar bebarengan, logikanya, secara otomatis Presidential Threshold (PT) tidak diberlakukan lagi. Gampangnya, bagaimana mungkin presidential threshold bisa dihitung kalau Pemilu Legislatif saja belum dilaksanakan.
Tetapi, pemerintah Jokowi tetap mengusulkan berlakunya PT pada RUU Pemilu yang diajukannya ke DPR RI. Usulan pemerintah Jokowi ini bisa dibilang sebagai manuver ngawur, sebab angka-angka yang digunakan untuk memeuhi persyaratan presidential threshold didapat dari hasil pemilu 5 tahun sebelumnya. Jadi, PT untuk Pilpres 2019 menggunakan perolehan suara pada Pileg 2014.
Dengan demikian, Paslon Capres-cawapres 2019 harus diajukan oleh parpol atau gabungan parpol yang memperoleh suara 25% pada Pileg 2019 atau memiliki 20% kursi DPR RI.