Pembubaran Masyumi, sebuah partai politik Islam yang berdiri pada tahun 1945, merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah politik Indonesia. Masyumi, yang merupakan singkatan dari Majelis Syuro Muslimin Indonesia, didirikan dengan tujuan untuk memperjuangkan aspirasi umat Islam di tanah air. Partai ini memiliki pengaruh besar dalam politik Indonesia, terutama pada masa-masa awal kemerdekaan. Namun, dalam perjalanan sejarahnya, Masyumi mengalami pembubaran yang dramatis pada era kepemimpinan Presiden Soekarno, yang menciptakan dampak luas bagi perpolitikan Islam di Indonesia.
Pada awal 1960-an, Indonesia berada dalam fase yang penuh gejolak, baik dari segi politik maupun sosial. Soekarno, sebagai presiden, menerapkan kebijakan yang dikenal dengan "Demokrasi Terpimpin," yang berusaha mengonsolidasikan kekuasaan dan mengurangi pengaruh partai-partai yang dianggap mengancam stabilitas politik negara. Masyumi, sebagai salah satu partai besar dan terkenal, menjadi target utama dalam upaya Soekarno untuk mengendalikan situasi politik saat itu.
Pembubaran Masyumi dilakukan pada tahun 1960 ketika Soekarno mencabut izin operasionalnya melalui sebuah Dekrit. Proses pembubaran ini diwarnai dengan berbagai tuduhan bahwa Masyumi terlibat dalam aktivitas yang dianggap subversif serta berpotensi menentang pemerintahan yang sah. Tuduhan ini sering kali tidak didukung dengan bukti yang kuat. Namun, dalam konteks politik saat itu, pembubaran ini dilihat sebagai langkah strategis oleh Soekarno untuk memperkuat posisinya di tengah persaingan politik.