Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelenggarakan sidang permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres. Dalam sidang tersebut, Pemohon Satu, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, dan Pemohon Dua, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, meminta kehadiran empat menteri sebagai saksi. Ketua Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi, dan HAM (Pandekha) Fakultas Hukum UGM, Yance Arizona, mengungkapkan pandangannya mengenai konsekuensi jika sejumlah menteri tersebut absen.
Menurut Yance, apabila para menteri tidak hadir, dalil yang diajukan oleh para pemohon dapat dianggap benar oleh MK. Ketidakhadiran para menteri dapat mengakibatkan penegasan terhadap dalil yang disampaikan oleh para pemohon, yang sebagai gantinya, dapat dianggap benar oleh MK. Hal ini disebabkan karena tidak ada bantahan atau klarifikasi dari pihak menteri terkait dengan dalil-dalil yang telah diajukan oleh para pemohon.
Yance menambahkan bahwa ketidakhadiran para menteri dapat menjadi kerugian tersendiri bagi pemerintah atau para menteri tersebut, karena MK, sebagai lembaga yang memegang peran penting dalam menyelesaikan sengketa Pilpres, membutuhkan kejelasan dan klarifikasi dari pihak terkait, dalam hal ini para menteri.
Empat menteri yang dipanggil untuk hadir dalam sidang tersebut adalah
- Menteri Keuangan, Sri Mulyani;
- Menteri Sosial,Tri Rismaharini;
- Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto; serta
- Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan.
Sidang sengketa Pilpres 2024 akan dilanjutkan pada Senin (1/4) mendatang, di mana dalam sidang tersebut akan dilakukan pemeriksaan terhadap saksi dan ahli yang dihadirkan oleh Pemohon Satu.
Selain itu, Yance Arizona juga menekankan bahwa ketidakhadiran menteri dalam persidangan MK dapat memengaruhi opini publik terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Hal ini dapat menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah dan menteri terkait untuk mempertimbangkan kehadiran mereka dalam persidangan MK. Dalam konteks hukum, ketidakhadiran para menteri dapat dilihat sebagai sikap yang kurang menghormati proses hukum yang sedang berjalan, sehingga dapat menimbulkan persepsi negatif di masyarakat terhadap proses hukum tersebut.