Lantas, apakah mungkin hanya soal pengadaan senjata saja Wiranto tidak berhasil mendapatkan informasi utuh sehingga tidak mengetahui rencana kedatangan persenjataan di Bandara Soekarno Hatta?
Bagaimana pun juga, Gatot Nurmantyo adalah yunior dari Wiranto. Keduanya pun menapaki puncak karir kemiliterannya di jalur yang sama. Baik Gatot maupun Wiranto sama-sama menjabat Pangkostrad yang berlanjut dengan memangku jabatan KSAD sebelum kemudian menjadi panglima angkata bersenjata di republik ini.
Jika saja data yang dikeluarkan oleh Wiranto sama dengan data tentang persenjataan milik Polri yang ditahan oleh BAIS, sudah pasti serangan kepada Gatot akan semakin menggila. Stempel penyebar hoax sudah pasti dilekatkan pada Gatot Nurmantyo. Bebulian akan semakin menjadi-jadi.
Saat berlangsungnya referendum Timor Timur, Wiranto yang saat itu memegang tongkat komando tertinggi ABRI sempat merasakan perihnya mendapat serangan, bukan saja dari media nasional, tetapi juga media internasional.
CNN misalnya. Media internasional ini menayangkan rekaman Wiranto saat menyanyikan lagu lawas “Feeling”. Rekaman itu hanya ditayangkan setengah layar. Sementara setengaah lainnya ditampilkan rekaman seorang nenek yang tengah bersusah payah mendaki sebuah bukit kecil.
Sebagai senior dan purnawirawan TNI, Wiranto tidak mungkin membiarkan Gatot Nurmantyo “dilukai”. Apalagi jika luka itu sampai menjalar ke institusi yang saat ini dikomandoi oleh Gatot.
Sebagai Menko Polhukam, Wiranto tidak mungkin membiarkan polemik ini berlanjut dan memanas. Selain itu, Wiranto pun tidak akan membiarkan salah satu pihak dipersalahkan dalam persoalan ini.
Karenanya, Wiranto menyebut impor senjata yang dilakukan oleh Polri tidak akan mengganggu keamanan nasional.
"Bahwa tidak ada satu hal yang menyebabkan gangguan keamanan nasional, itu dulu saya jamin. Peristiwa ini, jadi yang saya jamin adalah bahwa masalah internal ini kita selesaikan dan tidak menganggu keamanan nasional," kata Wiranto di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, pada 1 Oktober 2017 (Sumber: KOMPAS.COM)
Sebagaimana yang diberitakan, selama 3 tahun terakhir Polri sudah 3 kali melakukan pembelian persenjataan serupa. Lantas, kenapa baru pada pada 2017 yang dipermasalahkan. Begitu pertanyaan yang banyak dilontarkan oleh pengamat, politisi, akademisi, LSM.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto, pengadaan senjata tersebut sudah sesuai dengan prosedur, mulai dari perencanaan dan proses lelang.
"Kemudian proses berikutnya di-review staf Irwasum dan BPKP. Sampai dengan pengadaannya dan pembeliannya pihak ketiga dan proses masuk ke Indonesia dan masuk ke pabean Soekarno-Hatta," kata Setyo pada 30 September 2017 (Sumber: KOMPAS.COM)
Dalam kesempatan yang sama, Setyo membantah adanya penahanan persenjataan milik Polri oleh BAIS TNI.
"Dankor Brimob sudah tahu dan meminta rekomendasi ke BAIS TNI. Prosedurnya memang demikian, barang masuk dulu ke Indonesia kemudian untuk dikarantina dan dicek BAIS TNI. Lalu dikeluarkan rekomendasi TNI," ucap Setyo.
Menurut dia, jika dalam pengecekan tersebut, bisa jadi tidak diloloskan. Namun, hal itu belum pernah terjadi.
Namun, hasil rapat koordinasi yang dipimpin oleh Wiranto memutuskan sebanyak 280 senjata jenis Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) Kal 40 x 46 milimeter tersebut akan dikeluarkan dengan menggunakan rekomendasi dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.