Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini memutuskan bahwa presidential threshold sebesar 20 persen yang diatur dalam UU pemilu merupakan sebuah inkonstitusional. Keputusan ini juga didasari dengan menyatakan bahwa norma Pasal 222 dalam UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Putusan ini menjadi sebuah langkah penting dalam proses demokrasi di Indonesia.
Pada 27 September 2021, MK menetapkan bahwa ketentuan tersebut di dalam UU Pemilu, yang menyatakan bahwa partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilu harus memperoleh dukungan sebesar 20 persen di setidaknya setiap provinsi atau 25 persen dari jumlah kursi dalam DPR dengan minimal 3 provinsi, bertentangan dengan konstitusi. MK menyatakan bahwa presidential threshold dalam UU Pemilu tersebut menghambat kesetaraan politik di Indonesia.
Putusan ini membuka jalan bagi calon presiden dari parpol yang memiliki dukungan di bawah ambang batas untuk tetap bisa mencalonkan diri. Sebelumnya, keberadaan presidential threshold tersebut menjadi hambatan bagi partai politik kecil atau baru untuk dapat bersaing secara adil dalam pemilihan umum.