Dia akhirnya divonis penjara LIMA Tahun dan pada saat banding di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, Arswendo akhirnya dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara.
Arswendo diadili saat Soeharto dan pemerintahan Orde Baru kuat. Pemerintah orde baru memberikan keadilan dengan vonis yang berat tersebut.
Arswendo mengakui, metodologi yang dipakainya kurang kuat karena hanya mengandalkan kepada kartu pos dari para pembaca Monitor sehingga setiap warga dapat mengirimkan pendapat mereka masing-masing.
Dalam bahasa lugas, penghinaan Arswendo berasal dari Hasil Survey para 33,963 responden. Bobot penghinaannya karena salah metodologi dan harus menjalani hukuman penjara 4 tahun 6 bulan.
Namun Ahok, bobot penghinaan terhadap Islam lebih besar daripada Arswendo. Pertama, dia tokoh publik yaitu Gubernur DKI Jakarta yang perkataannya diliput banyak media. Kedua penghinaannya itu berasal dari pemikiran dan isi kepalanya sendiri bukan hasil Survey orang lain. Ketiga dia menghinakan Quran dan Para Ulama sekaligus.
Kenapa Ahok ringan dan Arswendo lebih berat tuntutannya?
Arswendo dikenakan tuntutan yang lebih berat daripada Ahok karena Jaksa Agung adalah kader Nasdem yang sejak awal berpihak pada Ahok. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat ini adalah hasil kompromi antara Jaksa Agung sebagai bos JPU dan independensi JPU. Hasilnya adalah carut marut sistem hukum negeri ini. Hukum adalah barang transaksi bukan lagi objektivitas yang harusnya dijunjung tinggi. Jaksa Agung Prasetyo berkali-kali diminta Nasdem dan Surya Paloh untuk membebaskan Ahok namun dukungan masif dari masyarakat akan peradilan yang benar dan adil membuat posisi Prasetyo jadi sulit. Akhirnya ini kompromi yang dinilai terbaik yaitu meringankan tuntutan JPU menjadi 1 tahun nanti majelis hakim akan memutuskan sama atau lebih rendah dari tuntutan JPU.