Namun, penggunaan agama sebagai legitimasi kekuasaan tidak selalu berjalan mulus. Dalam banyak kasus, adanya pluralitas agama dalam masyarakat bisa menimbulkan konflik. Ketika penguasa mendominasi satu agama tertentu dan mengeksklusi yang lain, hal ini dapat menciptakan ketegangan dan ketidakpuasan di kalangan minoritas. Agama yang seharusnya menjadi sumber perdamaian justru menjadi alat untuk memecah belah masyarakat.
Di zaman modern, penggunaan agama untuk legitimasi kekuasaan tidak kehilangan relevansinya. Di berbagai negara, pemimpin politik masih menggunakan simbol-simbol agama dalam kampanye mereka, dengan harapan bisa mendapatkan dukungan luas dari masyarakat yang religius. Bahkan, beberapa pemerintahan di berbagai belahan dunia secara eksplisit mengaitkan legislatif dan kebijakan publik dengan prinsip-prinsip agama tertentu. Dalam konteks ini, legitimasi kekuasaan sangat bergantung pada sejauh mana penguasa dapat berpura-pura mengabdi pada nilai-nilai agama yang dianut oleh rakyat.
Namun, tantangan muncul saat norma dan nilai agama bertentangan dengan aspek lain dalam masyarakat, seperti hak asasi manusia atau keadilan sosial. Di saat itulah, legitimasi kekuasaan yang didasarkan pada agama menjadi dipertanyakan. Rakyat mulai menuntut agar pemerintah tidak hanya mengedepankan legitimasi yang berdasarkan keyakinan agama, tetapi juga tindakan yang adil dan bertanggung jawab.