Mungkin Kristiadi lupa jika dalam pilkada, pilpres, bahkan pileg, peran parpol dalam pemenangan calon tidak signifikan. Dalam pemilu, kemenangan calon lebih ditentukan oleh individu calon itu sendiri.
Dalam Pilpres 2014, Jokowi-JK yang didukung oleh koalisi parpol dengan jumlah suara lebih sedikit dari koalisi parpol lawannya mampu keluar sebagai pemenang,
Dalam Pilpres 2004, SBY-JK yang hanya didukung Partai Demokrat mampu lolos ke putaran kedua dengan suara terbanyak. Suara yang diraih SBY-JK lebih unggul dari pasangan Wiranto-Gus Sholah yang diusung oleh Golkar (pemenang Pileg 2014), Megawati-Hazim Muzadi yang didukung (PDIP), Amien Rais-Siswono Yudohusodo (PAN), dan Hamzah Haz-Agum Gumelar (PPP).
Alasan yang mendasari “bau kemenyan” kemenangan Jokowi saja sudah terbukti salah. Dan sudah terbukti dalam sejumlah pemilu, termasuk Pilgub DKI 2017. Karenanya, sangat aneh kalau Kristiadi masih ngotot mengulangi kesalahan analisanya.