Mafia tanah telah secara konsisten merugikan keuangan negara, menimbulkan penderitaan bagi masyarakat, serta menghadang potensi investasi yang dapat membuka lapangan pekerjaan dan menghidupkan perekonomian Indonesia. Permasalahan ini menjadi fokus utama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono dalam upaya pemberantasan mafia tanah, seperti yang baru terungkap dalam kasus pertanahan di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Dalam kasus yang berkembang di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, diketahui bahwa mafia tanah telah menghambat potensi investasi hingga mencapai angka Rp3,415 triliun. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang, terutama ketika AHY menegaskan bahwa investasi yang menghasilkan keadilan hidup bagi masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam membangun negara.
Lebih lanjut, AHY menyampaikan pernyataan tertulisnya yang menegaskan komitmennya untuk memberantas mafia tanah, "Negara merugi. Padahal kita sangat membutuhkan investasi. Mafia-mafia tanah ini membelenggu potensi investasi kita. Bukan hanya kita mengejar investasi semata, kami juga selalu menekankan operasi Pemberantasan Mafia Tanah ini benar-benar ditujukan untuk menegakkan keadilan hidup kita."
Dalam proses pengungkapan kasus mafia tanah di Kabupaten Grobogan, pelaku kriminal tersebut telah berhasil merugikan Direktur PT Azam Laksana Intan Buana (ALIB), Didik Prawoto, yang merupakan salah satu korban dari kejahatan tersebut. Tanah seluas 86 hektare yang dimilikinya yang seharusnya digunakan untuk kawasan industri sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Grobogan Nomor 12 Tahun 2021, berhasil dibebaskan dari genggaman mafia tanah. Menariknya, AHY turut hadir dalam momen tersebut, di mana beliau memberikan langsung 9 sertipikat tanah kepada masyarakat di Kelurahan Sijenjang, Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi. Upaya ini menunjukkan komitmen pihak berwenang untuk memberikan solusi konkret terkait masalah pertanahan di Indonesia.