DPR: Wakil Rakyat atau Mesin Stempel?
Cepatnya pengesahan revisi UU TNI juga memunculkan pertanyaan: apakah DPR masih berfungsi sebagai lembaga yang mewakili rakyat, atau hanya sekadar "mesin stempel" kepentingan tertentu?
Seharusnya, parlemen menjadi arena perdebatan publik, tempat rakyat diwakili dan kepentingan nasional didiskusikan secara matang. Namun, dalam kasus ini, DPR tampaknya lebih memilih untuk langsung mengesahkan revisi tanpa proses panjang yang melibatkan akademisi, masyarakat sipil, maupun organisasi pro-demokrasi. Minimnya transparansi dalam penyusunan undang-undang ini menjadi preseden buruk bagi demokrasi.
Risiko bagi Demokrasi
Di negara-negara demokratis, perubahan besar yang berkaitan dengan peran militer dalam pemerintahan selalu melewati kajian akademik yang mendalam, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dan diuji dalam ruang publik secara terbuka. Namun, pola legislasi di Indonesia kini menunjukkan kecenderungan mengkhawatirkan: politik akomodasi kepentingan lebih dominan dibandingkan perdebatan substansial.
Jika pengangkatan perwira aktif ke posisi sipil hanya bersifat sementara dan dalam konteks tertentu, dampaknya mungkin tidak terlalu besar. Namun, jika ini menjadi pola baru, supremasi sipil dalam pemerintahan bisa semakin lemah. Sejarah menunjukkan bahwa keterlibatan militer dalam urusan sipil sering kali berujung pada melemahnya institusi demokrasi, berkurangnya transparansi, dan meningkatnya kontrol politik yang lebih represif.