Sejak, bahkan sebelum terpilih sebagai Gubernur DKI, Jokowi sudah menjadi sorot perhatian publik, Akibatnya, popularitas mantan Walikota Surakarta ini pun meroket tajam. Mengangkasanya tingkat popularitas itu dibarengi dengan sentimen positif publik, sehingga elektabilitas pun terdongkrak.
Lewat kampanye Pilgub DKI 2017 yang berdarah-darah, popularitas Anies pun meningkat. Hanya saja, berbeda dengan Jokowi, melambungnya popularitas Anies tidak diikuti oleh tingkat elektabilitasnya. Karenanya, sulit bagi Anies untuk mengikuti langkah Jokowi. Selain itu, Anies pun sudah melempar sinyal jika ia tidak akan nyapres pada 2019 nanti.
Tetapi, bagaimana pun juga, Anies memiliki ruang sendiri dalam kontestasi Pemilu 2019. Ruang inilah yang akan dimasuki oleh Prabowo beserta partai yang diketuainya. Bukan hanya itu, ruang milik Anies tersebut pun akan disesaki oleh kelompok-kelompok politik penentang Jokowi lainnya.
Di dalam ruang milik Anies tersebut ada satu arena di mana secara langsung Anies akan berhadapan dengan Jokowi. Di atas arena itu, Anies yang menyatakan penolakannya atas proyek reklamasi Teluk Jakarta akan berhadapan dengan Jokowi yang turun ke gelanggang sebagai pendukung pembangunan pulau-pulau palsu di Teluk Jakarta.
Bagi Gubernur Jakarta Anies, melawan Presiden RI Jokowi dalam kontroversi reklamasi Teluk Jakarta sama saja dengan memosisikan dirinya seperti Daud yang dengan ketapelnya melawan raksasa Goliat.
Langkah Anies pastinya begitu berat. Apalagi, pada 5 Oktober 2017 atau 11 hari sebelum hari-H pelantikan Anies-Sandi, pemerintah Jokowi melakukan manuver tajam dengan mencabut moratorium proyek reklamasi.
Manuver pemerintah pusat ini disusul oleh gerak cepat Gubernur Jakrata Djarot Saiful Hidayat yang pada menit-menit terakhir turun dari kursinya menandatangaini Pergub Nomor 137 tahun 2017 tentang Panduan Rancang Kota Pulau G Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Tidak hanya itu, konsentrasi Anies pun pastinya akan terganggu dengan rencana Polri yang akan memeriksa Sandi sebagai saksi dalam kasus dugaan penggelapan sebidang tanah di Jalan Curug Raya, Tangerang Selatan, Banten yang terjadi pada tahun 2012.
Di sisi lain, jelang hari-H pelantikan Anies-Sandi perang urat syaraf sudah dilancarkan. Berbagai bebulian dilontarkan kepada Anies-Sandi, dan tentu saja para pendukungnya, terutama Prabowo.
Terungkapnya komplotan Saracen yang menyeret sejumlah pendukung Anies-Sandi dan juga Prabowo dikait-kaitkan dengan kemenangan Anies. Meski, Polri belum menemukan bukti keterlibatan Anies-Sandi dan juga Prabowo, tetapi Anies sudah mendapat stempel sebagai “Gubernur Saracen”.
Sementara, lewat informasi yang disampaikan Polri tentang adanya rencana Saracen juga akan dioperasikan pada 2019, maka Prabowo dan Gerindra pun dituding akan menggunakan cara-cara kotor untuk memenangi Pemilu 2019.
Perang urat syaraf ini menjadi lebih menarik dengan dirilisnya hasil survei oleh SMRC, Indikator, dan Charta Politica dalam waktu yang hampir bersamaan. Selain menyebut hampir 70% responden puas atas kinerja Jokowi, ketiganya pun mengungkapkan bahwa tingkat elektabilitas Jokowi yang memuncaki klasemen sementara dengan tingkat elektabilitas Prabowo yang jauh mengekor di bawahnya.
Soal perang urat syaraf pra-Pemilu 2019, kubu Prabowo tidak perlu khawatir. Sejumlah dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh mantan Gubernur Jakarta Ahok bisa dijadikan pintu masuknya. Apalagi, sebagai gubernur penerus periode Jokowi-Ahok-Djarot, Anies memiliki tanggung jawab moral untuk menyelamatkan uang rakyat DKI.