Selain itu, keberadaan mantan dalam lingkaran pertemanan bisa memengaruhi hubungan baru. Misalnya, ketika sedang dekat dengan seseorang yang baru, lalu mantan masih intens hadir dalam kehidupan, itu bisa menimbulkan rasa nggak nyaman. Bahkan jika benar-benar tidak ada apa-apa lagi, tetap saja ada batasan yang perlu dijaga. Karena orang baru mungkin merasa tidak aman jika tahu bahwa pasangan masih terlalu dekat dengan masa lalunya.
Tapi bukan berarti semua mantan harus dijauhi, ya. Ada juga kok kasus di mana hubungan berakhir dengan sehat dan kedua belah pihak memang sudah benar-benar selesai secara emosional. Dalam kondisi seperti itu, pertemanan bisa tumbuh tanpa beban, tanpa baper, dan justru membawa energi positif. Biasanya, ini terjadi jika proses putusnya jelas, dewasa, dan tanpa drama.
Yang perlu diingat adalah: kedekatan yang tidak jelas bisa jadi racun untuk diri sendiri. Kalau hati masih sering berharap, masih suka baper kalau dia cerita tentang orang baru, atau masih sering stalking sosial medianya diam-diam, mungkin belum waktunya jadi teman. Karena yang katanya “temenan” itu bisa jadi bentuk lain dari denial—nggak rela sepenuhnya kehilangan, tapi juga nggak bisa lagi memiliki.
Temenan sama mantan bisa jadi bentuk dari move on yang sehat, tapi juga bisa jadi tanda belum benar-benar lepas. Jadi, penting banget buat jujur ke diri sendiri. Apakah tetap dekat karena benar-benar nggak ada rasa, atau karena takut kehilangan sepenuhnya? Apakah masih peduli karena memang masih sayang, atau hanya belum terbiasa tanpa dia?