Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi juga diatur secara tegas. Pasal 5 UU tersebut menyatakan bahwa setiap orang dilarang menawarkan, memberi, atau memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang bertujuan supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara itu melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pengertian gratifikasi juga perlu dipahami dalam konteks pemberantasan korupsi di Indonesia. Gratifikasi dapat menjadi salah satu pemicu timbulnya praktik korupsi di dalam perusahaan atau lembaga. Oleh karena itu, setiap perusahaan dan organisasi harus menerapkan kebijakan anti gratifikasi yang ketat untuk mencegah praktik korupsi dan menjaga integritas bisnis mereka.
Dalam dunia korporasi, penerimaan gratifikasi juga dapat merusak hubungan antara perusahaan dan pihak lain, seperti pemasok, klien, atau mitra bisnis. Penerimaan gratifikasi dapat menciptakan konflik kepentingan dan merusak kepercayaan antara pihak-pihak yang terlibat, yang pada akhirnya dapat berdampak buruk pada reputasi perusahaan.