Dari perspektif psikologi, tertawa merupakan bentuk komunikasi non-verbal yang membantu membangun ikatan antarsesama. Ketika seseorang tertawa, kita menganggap itu sebagai sinyal positif, sehingga kita cenderung meresponsnya secara emosional. Ini membuat tertawa menjadi lebih dari sekadar ekspresi, tetapi juga sebagai jembatan untuk meningkatkan relasi. Alasan sosial ini mendorong individu untuk berinteraksi lebih dalam, menciptakan suasana yang lebih akrab dan menyenangkan.
Selain itu, tertawa juga mengandung aspek fisiologis. Ketika seseorang tertawa, tubuh memproduksi endorfin yang dapat memicu perasaan bahagia dan mengurangi stres. Ketika orang lain melihat atau mendengar suara tawa tersebut, sistem hormonal mereka juga dipengaruhi, sehingga menimbulkan dorongan untuk ikut tertawa. Ini menjelaskan mengapa orang sering tertawa saat menonton komedi bersama atau berada dalam kelompok yang ceria.
Studi menunjukkan bahwa dampak sosial dari tertawa tidak hanya terbatas pada interaksi langsung. Bahkan, statistik menunjukkan bahwa orang cenderung lebih sering tertawa saat berada dalam kelompok besar dibandingkan saat sendirian. Ini juga berkaitan dengan konteks situasional yang memperkuat perasaan ringan dan ceria. Tertawa dalam situasi yang sama—misalnya saat menonton film komedi di bioskop—sering kali menciptakan efek bola salju, di mana semakin banyak orang yang tertawa, semakin banyak orang lain yang turut terpicu untuk tertawa.