Menjelaskan lebih lanjut tentang kegiatan olahraga yang seharusnya dapat diajarkan, Dedi Mulyadi menyebut bahwa masih banyak alternatif olahraga lain seperti lari, jalan kaki, voli, sepak bola, hingga senam yang dapat dibagikan kepada siswa. Ia menekankan pentingnya memberikan kebebasan bagi siswa untuk membiayai aktivitas mereka sendiri dengan cara yang lebih mandiri. "Sangat mungkin guru tetap menjalankan kegiatan renang tanpa harus terlibat dalam urusan pembelian tiket. Cukup bagi guru untuk menunggu di kolam renang dan membiarkan siswa membeli tiket secara mandiri dan dengan kesadaran penuh,” tuturnya.
Pentingnya keadilan dalam pendidikan pun menjadi sorotan Dedi. Ia menyarankan agar aktivitas renang tidak dijadikan keharusan bagi siswa, khususnya bagi mereka yang orangtuanya merasa terbebani secara finansial. "Apabila orangtua merasa tidak mampu membiayai kegiatan renang, masih banyak pilihan pembelajaran lain yang dapat dilakukan tanpa harus mengeluarkan uang," tegasnya.
Sementara itu, Kepala SD Negeri Pinayungan II, Mimi Martiningsih, memberikan klarifikasi terkait video yang beredar luas di media sosial. Dia membantah narasi yang menyebutkan bahwa kegiatan tersebut adalah bentuk nyata dari praktik renang. “Video tersebut sebenarnya hanya menggambarkan simulasi sebelum siswa melakukan praktik renang yang sesungguhnya. Tidak mungkin kita mengajari renang di darat,” ungkapnya, menambahkan bahwa pengajaran teori renang dilakukan selama beberapa minggu sebelum siswa diperkenankan untuk melakukan praktik langsung di kolam renang. Menurutnya, proses ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa dengan baik sebelum turun ke air, sehingga keselamatan mereka dapat terjaga selama praktik renang.