Mulai 2025, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah resmi mengganti istilah PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) menjadi SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru). Langkah ini diambil untuk menyempurnakan proses penerimaan siswa dan mengatasi berbagai praktik kecurangan yang selama ini mengemuka di kalangan publik. Namun, perubahan nama ini menimbulkan pertanyaan: apakah itu cukup untuk menghapus masalah lama?
Di tengah rencana perubahan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut angkat bicara. KPK menyoroti adanya praktik gratifikasi yang masih mengakar dalam proses PPDB. Mereka menemukan bahwa permainan kuota siswa serta celah-celah di jalur zonasi, prestasi, dan afirmasi menjadi area rentan untuk praktik kecurangan. Hal ini menunjukkan bahwa merubah nama saja tidaklah cukup untuk membersihkan sistem pendidikan dari segala bentuk penyimpangan.
Praktik gratifikasi dalam proses PPDB telah berlangsung lama dan akar permasalahannya cukup kompleks. Contoh nyata adalah pengaturan kuota yang seharusnya adil, tetapi seringkali dimanipulasi oleh oknum tertentu untuk kepentingan pribadi. Sejak berlakunya sistem zonasi, seharusnya setiap calon siswa dapat merasa diuntungkan. Namun, ketidakpahaman atau ketidakadilan dalam penerapan zonasi seringkali berujung pada kekecewaan orang tua dan siswa yang merasa diperlakukan tidak adil.