Peran Media Sosial dan Algoritma yang Adiktif
Algoritma media sosial dirancang secara cerdas untuk membuat kita tetap terhubung selama mungkin. Mereka menyajikan konten yang sesuai dengan minat kita secara tak terbatas, dari satu video lucu ke video lainnya, dari satu foto ke foto lain. Setiap konten pendek ini berfungsi sebagai umpan balik instan yang menguatkan kebiasaan beralih perhatian. Kita terjebak dalam lingkaran tanpa akhir, di mana otak terus menuntut rangsangan baru untuk menghindari kebosanan.
Platform seperti TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts adalah contoh nyata bagaimana konten disajikan dalam format yang sangat singkat dan mudah diakses. Format ini secara efektif mengurangi kebutuhan untuk fokus pada satu hal dalam waktu lama. Otak kita dilatih untuk menyerap informasi dalam dosis kecil, yang pada akhirnya membuat kita sulit untuk kembali ke tugas yang membutuhkan perhatian penuh, seperti membaca artikel panjang, menulis laporan, atau bahkan mendengarkan percakapan tanpa terganggu.
Gaya Hidup Multitasking yang Menguras Kognitif
Di dunia yang serba cepat ini, banyak dari kita merasa perlu melakukan multitasking untuk menyelesaikan banyak hal sekaligus. Menjawab email sambil mendengarkan podcast, atau makan siang sambil menonton video, sudah menjadi hal biasa. Namun, penelitian psikologi menunjukkan bahwa otak manusia tidak benar-benar multitasking. Yang terjadi adalah rapid task-switching atau perpindahan tugas yang sangat cepat.
Setiap kali kita beralih dari satu tugas ke tugas lain, ada biaya kognitif yang harus dibayar. Otak harus mengalihkan fokus dan memuat ulang informasi yang relevan. Proses ini tidak efisien dan justru bisa mengurangi kualitas pekerjaan dan meningkatkan stres. Seiring waktu, kebiasaan ini melemahkan kemampuan kita untuk fokus pada satu tugas dan memperkuat kebiasaan untuk beralih, yang pada akhirnya mempersingkat attention span kita.