Selain itu, para penggugat juga mengemukakan kekhawatiran terhadap keamanan dana Tapera yang berpotensi disalahgunakan. Mereka berkeyakinan bahwa kehadiran Tapera tidak mencerminkan negara welfare state yang bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat.
Pada Pasal 7 UU Tapera, diatur bahwa pekerja yang wajib menjadi peserta Tapera tidak hanya PNS atau ASN, TNI-Polri, dan BUMN, tetapi juga karyawan swasta dan pekerja lain yang menerima gaji atau upah. Selain itu, aturan tersebut juga menetapkan iuran Tapera sebesar 3 persen yang dibayarkan secara gotong royong, yakni 2,5 persen oleh pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja.
Ketentuan ini mendapatkan penolakan dari sejumlah karyawan swasta di Indonesia. Mereka merasa bahwa potongan gaji per bulan sudah cukup banyak, terutama dengan adanya potongan untuk iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan, dan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan.