Permasalahan royalti musik di Indonesia kembali mencuat dan menjadi sorotan publik. Di tengah perdebatan mengenai bagaimana memastikan hak para musisi terlindungi tanpa menghambat pelaku usaha seperti restoran, kafe, hingga platform digital, muncul gagasan bahwa teknologi adalah jawaban paling konkret untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Mantan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf, menegaskan bahwa tidak ada jalan lain yang lebih efektif selain mengandalkan teknologi modern sebagai solusi utama.
Menurut Triawan, transparansi dalam sistem distribusi royalti hanya dapat terwujud apabila teknologi benar-benar dimanfaatkan. Dengan adanya sistem digital yang akurat, proses perhitungan royalti bisa dilakukan secara jelas, cepat, dan dapat dipertanggungjawabkan. Para musisi pun bisa menerima hak mereka secara tepat waktu, sementara pelaku usaha tidak lagi dibayangi keraguan mengenai jumlah yang harus dibayarkan. Transparansi ini penting, sebab selama ini banyak polemik muncul karena ketidakjelasan mekanisme pembayaran dan pembagian royalti yang masih dianggap tumpang tindih.
Ia mencontohkan perlunya perangkat khusus yang mampu mendeteksi metadata setiap lagu yang diputar di ruang publik, baik itu kafe, restoran, pusat perbelanjaan, hingga tempat hiburan lain. Data tersebut kemudian secara otomatis terhubung dengan server pusat yang menyimpan basis data hak cipta. Dengan sistem semacam ini, semua musik yang diputar akan tercatat real-time, sehingga tidak ada lagu yang terlewat dan tidak ada pencipta lagu yang dirugikan. “Bayangkan jika setiap lagu bisa terdeteksi secara langsung melalui metadata, lalu hasilnya masuk ke pusat data. Itu akan membuat distribusi royalti jauh lebih akurat dan tidak lagi menimbulkan kecurigaan,” jelas Triawan.