Sebuah berita mengenai keputusan Semuel Abrijani Pangerapan untuk mundur dari jabatan Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menarik perhatian publik. Keputusannya ini dipicu oleh serangan ransomware yang menyerang Pusat Data Nasional Sementara (PDNS), yang kemudian diungkapkan oleh Semuel sebagai tanggung jawab moral pribadinya atas kegagalan pemerintah dalam mengatasi serangan tersebut.
Semuel mengungkapkan, "Kejadian ini bagaimanapun juga secara teknis adalah tanggung jawab saya sebagai dirjen pengampu dalam proses transformasi pemerintahan, secara teknis. Jadi saya mengambil tanggung jawab moral dan saya nyatakan harusnya selesai di saya," yang disampaikan di Kantor Kominfo, Jakarta, pada Kamis (4/7). Pengunduran diri tersebut sebenarnya telah disampaikan secara lisan sejak Senin (1/7) dan diikuti dengan pengiriman surat pengunduran diri kemarin.
Dalam kesempatan tersebut, Semuel juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukungnya selama menjalankan tugas di Kominfo, sambil meminta maaf atas segala kesalahan dan perkataan yang mungkin tidak berkenan. Kepergiannya telah menimbulkan pertanyaan serta penilaian terhadap tanggung jawab pemerintah dalam mengatasi serangan siber, terutama ketika PDNS jatuh ke tangan kelompok peretas dan mengancam layanan publik.
Sebelumnya, PDNS menjadi target serangan peretas yang berhasil membajak server data milik pemerintah dan menyebabkan berbagai layanan publik lumpuh. Kelompok peretas bahkan menuntut tebusan sebesar Rp131 miliar, yang akhirnya ditolak oleh pemerintah. Meskipun demikian, pemerintah tetap gagal merebut kembali kendali atas PDNS yang terpapar serangan siber.
Pada hari berikutnya, peretas melepas kendali atas PDNS tanpa meminta tebusan, dengan memberikan kunci dekripsi secara cuma-cuma. "Brain Cipher mendistribusikan kunci dekripsi secara gratis," demikian cuitan dari Stealthmole pada Rabu (3/7).