WC jongkok, atau yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai squat toilet, adalah pemandangan umum di banyak rumah, fasilitas publik, hingga tempat ibadah di Indonesia. Bagi sebagian besar masyarakat, posisi jongkok saat buang air adalah sesuatu yang sudah mendarah daging, diturunkan dari generasi ke generasi. Keberadaannya bukan sekadar pilihan desain kamar mandi, tetapi memiliki sejarah panjang yang terkait erat dengan kebiasaan hidup, kesehatan, dan perkembangan sanitasi di Nusantara.
Warisan Kebiasaan Hidup Tradisional dan Kesehatan
Sebelum kehadiran toilet modern, masyarakat Indonesia memiliki cara buang air yang sangat sederhana, memanfaatkan alam. Mereka biasa pergi ke sungai, selokan, atau kebun. Posisi jongkok adalah posisi alami dan paling ergonomis untuk buang air. Posisi ini sudah menjadi kebiasaan turun-temurun yang secara tidak langsung membentuk preferensi masyarakat.
Seiring waktu, kebiasaan ini kemudian bergeser ke dalam rumah dalam bentuk jamban atau kakus sederhana. Awalnya, jamban ini seringkali hanya berupa lubang di atas tanah, kadang dilengkapi dengan pijakan dari bambu atau kayu. Bentuk toilet jongkok yang kita kenal sekarang, dengan bahan keramik atau semen, adalah modernisasi dari jamban tradisional ini. Secara kesehatan, banyak ahli yang berpendapat bahwa posisi jongkok sebenarnya lebih baik untuk proses buang air besar. Posisi ini membantu meluruskan usus dan otot panggul sehingga proses pengeluaran tinja menjadi lebih mudah dan alami, mengurangi risiko sembelit dan wasir.