Pengaruh Kolonial dan Perkembangan Sanitasi
Masuknya kolonialisme Belanda ke Indonesia membawa serta perubahan di berbagai aspek kehidupan, termasuk sanitasi. Bangsa Eropa lebih familiar dengan WC duduk (flush toilet). Toilet duduk mulai diperkenalkan di gedung-gedung pemerintahan, rumah-rumah elite, dan fasilitas umum yang dibangun oleh Belanda. Namun, penggunaannya tidak serta merta diadopsi oleh masyarakat luas. Ada beberapa alasan, di antaranya adalah biaya yang mahal dan perbedaan kebiasaan.
WC duduk saat itu dianggap sebagai barang mewah. Sementara itu, WC jongkok jauh lebih murah dan mudah dibuat, hanya membutuhkan semen dan keramik sederhana. Selain itu, penggunaan air untuk membersihkan diri juga menjadi faktor. Masyarakat Indonesia terbiasa menggunakan air dan tangan untuk membersihkan diri setelah buang air, sementara toilet duduk awalnya didesain untuk penggunaan tisu. Kebiasaan ini membuat toilet jongkok lebih cocok dengan praktik kebersihan yang sudah ada.
Modernisasi dan Koeksistensi Dua Jenis Toilet
Setelah kemerdekaan, pembangunan dan modernisasi terus berjalan. Toilet duduk semakin populer, terutama di hotel, apartemen, perkantoran, dan rumah-rumah di kota besar. Namun, WC jongkok tidak lantas menghilang. Keduanya hidup berdampingan. Toilet duduk dianggap lebih higienis karena tidak perlu kontak langsung dengan bagian dudukan, tetapi WC jongkok tetap menjadi pilihan utama di banyak tempat.