Kondisi ini menunjukkan bahwa sumber paparan BPA terbesar justru berasal dari makanan kaleng, bukan galon air minum. Padahal di Indonesia, narasi publik yang beredar selama beberapa tahun terakhir cenderung menyoroti galon sebagai sumber utama BPA, sementara fakta riset internasional justru menempatkan makanan kaleng sebagai kontributor dominan.
BPA dapat larut ke dalam makanan ketika kemasan dipanaskan atau disimpan dalam waktu lama. Hal ini diperkuat oleh studi Harvard School of Public Health (2011) yang menemukan bahwa konsumsi sup kaleng selama lima hari berturut-turut mampu meningkatkan kadar BPA dalam urin hingga 1.000 persen.
Guru Besar Keamanan Pangan & Gizi IPB, Ahmad Sulaeman, juga menegaskan bahwa kandungan BPA dalam kemasan kaleng lebih mengkhawatirkan. Makanan kaleng umumnya memiliki masa simpan panjang, baik di gudang, toko, maupun rumah konsumen, sehingga waktu kontak antara makanan dan lapisan epoksi yang mengandung BPA menjadi lebih lama.