PT Kalimantan Ferro Industry (KFI) mengakui bahwa mereka harus mengimpor bijih nikel dari luar negeri, terutama dari Filipina. Keputusan ini diambil untuk memastikan kelangsungan operasi proyek smelter perusahaan yang terletak di Desa Pendingin, Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Muhammad Ardhi Soemargo, Direktur Utama PT Nityasa Prima selaku konsorsium PT KFI, menyatakan bahwa impor bijih nikel dilakukan karena terbatasnya pasokan bahan baku di dalam negeri akibat tersendatnya persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan tambang. Hal ini membuat penambang tidak dapat menjual nikelnya. Ardhi menjelaskan bahwa keputusan ini dibuat sebagai langkah jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, terutama karena beberapa tambang belum mendapatkan RKAB.
Alasan impor bijih nikel tersebut juga didasari oleh kebutuhan akan kelangsungan operasi smelter, mengingat adanya 1.400 tenaga kerja yang bergantung pada smelter tersebut. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi VII DPR RI pada Senin, 8 Juli 2024, Ardhi menekankan pentingnya menjaga kelangsungan operasi smelter demi menjamin keberlangsungan mata pencaharian para pekerja.