Pasal yang dalam pengujian ini mengatur mengenai larangan bagi setiap orang yang secara sengaja menghalangi, merintangi, atau menggagalkan proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan untuk pelaku kejahatan korupsi. Dalam hal ini, seseorang yang terbukti melakukan tindakan tersebut dapat dikenakan pidana penjara antara tiga hingga dua belas tahun, dan denda senilai Rp150 juta hingga Rp600 juta.
Dalam pandangan Hasto, ketentuan yang ada seharusnya hanya dapat diterapkan kepada mereka yang memang benar-benar secara sengaja berupaya merintangi penyidikan. Ia juga berpendapat bahwa tidak seharusnya pasal ini digunakan untuk menahan atau mendakwa individu yang berkenaan langsung dengan tindakan korupsi.
Lebih jauh, Hasto menganggap bahwa ancaman hukuman yang ditawarkan tidak seimbang, terutama jika dibandingkan dengan hukuman yang diberikan kepada para pelaku pemberian suap. Misalnya, bagi mereka yang memberikan hadiah atau janji yang melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b dari UU Tipikor, ancaman hukumannya hanya berkisar antara satu hingga lima tahun penjara. Di sisi lain, bagi individu yang menghalangi proses penyidikan, hukuman penjaranya bisa mencapai dua belas tahun.
Erna menegaskan bahwa situasi ketidakadilan seperti ini tidak dapat diterima, dan oleh karena itu, mereka berargumentasi bahwa ancaman minimal yang sepatutnya diberikan harus setara dengan ketentuan yang ada pada Pasal 13 UU Tipikor. Dalam petitumnya, Hasto meminta agar MK memberikan pemaknaan baru pada Pasal 21 UU Tipikor sehingga memberikan kejelasan dan kebijaksanaan yang lebih baik dalam penerapan pasal tersebut.