Persyaratan pengajuan untuk kedua jenis kredit ini juga menjadi salah satu faktor perbedaannya. Proses pengajuan Kupra terbilang lebih mudah, hanya memerlukan dokumen dasar seperti KTP atau SIM, surat keterangan usaha, dan bukti bahwa usaha telah berjalan minimal satu tahun. Ini sangat menguntungkan bagi pelaku usaha di desa yang sering kali menghadapi kendala dalam pengumpulan dokumen lengkap. Sebaliknya, pengajuan KUR mensyaratkan sejumlah dokumen tambahan seperti NPWP dan rekening koran, menjadikan prosesnya lebih rumit dan memakan waktu, serta membuatnya kurang mudah diakses bagi para pelaku usaha mikro yang baru berorientasi usaha.
Meski keduanya tidak mewajibkan adanya agunan berupa sertifikat aset, namun KUR memberikan keleluasaan lebih dengan mengizinkan usaha itu sendiri sebagai agunan pokoknya. Ini memberikan kesempatan bagi pelaku UMKM yang belum memiliki aset berharga untuk mendapatkan modal yang mereka butuhkan. Di pihak lain, Kupra juga tidak memerlukan jaminan bersertifikat, melainkan hanya petunjuk bahwa usaha tersebut memiliki potensi dan telah berjalan.
Tujuan dan fokus program juga menjadi titik perbedaan antara KUR dan Kupra. KUR dikembangkan untuk mendukung pertumbuhan sektor UMKM di seluruh Indonesia dengan harapan dapat membuka lebih banyak lapangan pekerjaan baru dan mendorong produktivitas. Pembiayaan ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing usaha kecil secara nasional. Di sisi lain, Kupra berperan dalam menggerakkan perekonomian di kawasan pedesaan dengan pendekatan yang lebih lokal, bertujuan untuk memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat sekitar.