Indonesia, dengan ribuan pulau dan bentangan alam yang dialiri banyak sungai besar, punya sejarah panjang dengan transportasi air. Dulu, sungai adalah urat nadi kehidupan, jalur utama perdagangan, dan penghubung antar wilayah, terutama di Kalimantan dan Sumatra. Perahu dan kapal hilir mudik membawa barang dan penumpang, jadi tulang punggung ekonomi dan sosial masyarakat di tepiannya. Namun, seiring waktu dan perkembangan infrastruktur darat, nasib transportasi sungai kini di persimpangan jalan, menghadapi tantangan berat sekaligus menyimpan potensi besar yang belum tergali.
Sejarah Kejayaan dan Kemunduran
Di masa lalu, sungai-sungai besar seperti Kapuas, Mahakam, Musi, atau Batanghari adalah jalur vital yang tak tergantikan. Jauh sebelum jalan raya dan jembatan beton menjamur, segala aktivitas bergantung pada perahu. Komoditas pertanian, hasil hutan, hingga pertukaran budaya bergerak lewat jalur air ini. Masyarakat pun membangun pemukiman di tepi sungai, menciptakan peradaban sungai yang unik dan kaya.
Namun, kejayaan itu mulai memudar seiring pembangunan infrastruktur darat yang masif. Jalan tol, jembatan megah, dan jaringan rel kereta api perlahan menggeser peran sungai. Transportasi darat menawarkan kecepatan dan fleksibilitas yang seringkali tidak bisa ditandingi oleh jalur sungai, terutama di wilayah yang topografinya memungkinkan. Akibatnya, banyak sungai yang tadinya ramai kini sepi, menyisakan dermaga-dermaga usang dan kapal-kapal yang menua.