Melihat kembali peradaban kuno, kita sering kali menemukan jalinan erat antara kehidupan sehari-hari dengan narasi mitos dan keyakinan mistis yang kuat. Dari dewa-dewi di Olympus hingga roh penunggu pohon, dunia leluhur kita dipenuhi dengan penjelasan supernatural untuk berbagai fenomena. Ini bukan sekadar kebetulan atau ketidaktahuan, melainkan respons logis dan adaptif terhadap realitas yang mereka hadapi, didasari oleh kebutuhan untuk memahami, mengendalikan, dan menemukan makna dalam keberadaan.
Keterbatasan Ilmiah dan Kebutuhan Penjelasan
Salah satu alasan paling fundamental mengapa masyarakat kuno begitu lekat dengan mitos dan mistis adalah keterbatasan pengetahuan ilmiah. Tanpa mikroskop, teleskop, atau pemahaman tentang fisika, kimia, dan biologi modern, fenomena alam seperti petir, gerhana matahari, penyakit, atau gempa bumi adalah misteri yang menakutkan. Di tengah ketidakpastian ini, otak manusia secara alami mencari penjelasan.
Mitos mengisi kekosongan tersebut. Petir bisa jadi amarah dewa, gerhana adalah pertanda buruk, dan penyakit adalah hukuman dari roh jahat. Penjelasan-penjelasan ini, meskipun tidak berdasarkan bukti empiris, memberikan kerangka kerja bagi mereka untuk memahami dunia di sekitar mereka. Ini adalah bentuk awal dari upaya manusia untuk mengorganisasi realitas, memberi nama pada yang tak dikenal, dan menemukan pola dalam kekacauan. Bagi mereka, mitos bukanlah dongeng semata, melainkan kebenaran yang menjelaskan bagaimana dunia bekerja dan mengapa peristiwa terjadi.
Pengendalian dan Adaptasi Terhadap Lingkungan
Mitos dan praktik mistis juga berfungsi sebagai alat untuk mengendalikan atau beradaptasi dengan lingkungan yang keras dan tidak terduga. Masyarakat pra-modern sangat bergantung pada alam untuk kelangsungan hidup: panen yang melimpah, cuaca yang bersahabat, atau perlindungan dari bencana. Ketika kontrol fisik atas elemen-elemen ini tidak mungkin, manusia mencari kontrol spiritual.