Harga batubara acuan dunia terpantau mengalami kegairahan sepanjang pekan ini, didorong oleh peningkatan impor dan ancaman terhadap pasokan di Asia. Data dari Refinitiv mencatat kenaikan harga batubara Newcastle untuk kontrak Juli 2024 sebesar 1,62% secara point-to-point (ptp). Namun, pada perdagangan Jumat (14/6/2024) akhir pekan ini, harga batu bara justru mengalami penurunan sebesar 0,92% menjadi US$ 135,15 per ton.
Penurunan ini dipengaruhi oleh lesunya permintaan di Eropa, meskipun pasar masih menunjukkan optimisme. Kontrak API 2 bulan ke depan tercatat turun sebesar US$ 1,25 menjadi US$ 112,35 per ton di Ice Futures, meskipun masih lebih tinggi sekitar US$ 1,75 dari penyelesaian Jumat pekan sebelumnya.
Alex Claude, CEO perusahaan data dan analisis curah kering DBX, menyatakan bahwa meskipun permintaan di Eropa masih lemah, stok di pelabuhan telah menurun namun masih cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangkitan. Dia juga mencatat permintaan yang relatif kuat terhadap batu bara dan gas impor di Timur Jauh, dimana cuaca panas yang luar biasa mendorong permintaan sistem pendingin.
Data sementara dari Eropa Barat Laut menunjukkan adanya peningkatan impor batu bara termal pada bulan ini, meskipun dengan basis yang rendah. Finlay Walker, pedagang emisi karbon di Vertis Environmental Finance, menambahkan bahwa gelombang panas di seluruh Asia telah meningkatkan permintaan regional, sehingga menopang harga batu bara secara global.
Di sisi lain, gelombang panas yang masih menghantui India juga menjadi faktor peningkatan harga batu bara. Gelombang panas lebih dari 50 derajat Celcius masih melanda sejumlah wilayah India seperti Uttar Pradesh dan Bihar, menyebabkan puluhan orang tewas akibat kondisi tersebut sejak Maret lalu. Penggunaan listrik untuk pendingin ruangan meningkat setiap kali gelombang panas melanda, yang akan berdampak pada peningkatan permintaan batubara sebagai sumber energi di pembangkit. Sehingga, kondisi ini turut mengangkat harga batu bara.