Budaya Vigilantisme yang Mengakar
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Dr. Lusi Kartika, menyebut fenomena ini sebagai bentuk vigilantisme — yaitu ketika warga mengambil alih fungsi hukum karena merasa negara gagal melindungi mereka. Pola ini banyak terjadi di negara berkembang, terutama ketika keadilan formal dianggap mahal, lambat, dan tidak berpihak pada rakyat kecil.
“Ini bukan sekadar soal marah atau emosi sesaat. Ada akar sosial dan historis yang panjang di balik tindakan semacam itu,” ujarnya.
Risiko Fatal dan Pelanggaran HAM
Meski sering dianggap sebagai ‘jalan pintas’ oleh warga, main hakim sendiri adalah pelanggaran hukum. Aksi ini bisa berujung pada pidana berat, bahkan masuk dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia. Apalagi jika korban salah sasaran, atau kekerasan terjadi tanpa bukti kuat atas dugaan tindak kejahatan.
Polisi pun mengingatkan masyarakat agar tidak terpancing emosi. “Kita punya mekanisme hukum yang jelas. Jika ada pelaku kejahatan, serahkan pada kami. Jangan melakukan kekerasan karena bisa berujung pada tuntutan pidana,” tegas Kabid Humas Polda Metro Jaya dalam konferensi pers April 2025 lalu.