Faisal Basri menyatakan bahwa proyek ini akan menemui kegagalan dalam waktu lima tahun. Jika hal ini terus berlanjut, pemerintah harus mengambil alih proyek ini secara keseluruhan.
Paksaan proyek kereta cepat yang melebihi kemampuan BUMN ini juga diyakini akan menyebabkan pemerintah untuk setiap tahunnya harus menyuntikkan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Rencananya, 16 BUMN akan menerima Penyertaan Modal Negara (PMN) pada tahun depan, dengan total nilai mencapai Rp 44,24 triliun.
Direktur Utama Wijaya Karya, Agung Budi Waskito, sebelumnya telah mengungkapkan bahwa kereta cepat menjadi salah satu penyebab kerugian yang dialami perusahaannya. Selama tahun 2023, perusahaan ini merugi karena beban bunga yang tinggi, dan kerugian lainnya disebabkan oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).
PBSI adalah anak usaha PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang memiliki mayoritas saham dalam PT KCIC sebesar 60 persen. Namun Wijaya Karya memiliki 38 persen saham PSBI.
Agung mengungkapkan bahwa kerugian perusahaan ini disebabkan oleh pembayaran penyertaan untuk proyek kereta cepat, sehingga perusahaan harus menerbitkan obligasi yang menimbulkan beban keuangan. Dia menjelaskan bahwa dari total penyertaan sebesar Rp 6,1 triliun yang telah diberikan, sekitar Rp 5 triliun masih dalam masa sengketa. Dengan demikian, total kerugian yang dicatat oleh WIKA pada tahun 2023 mencapai Rp 7,12 triliun, naik 11,86 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp 59,59 miliar.