Keberadaan hutan lindung Bukit Daun juga tidak hanya penting bagi Rafflesia. Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa struktur vegetasi di area ini sangat khas. Misalnya, studi 2022 menyebutkan tentang komposisi dan stratifikasi tumbuhan tingkat pohon di sekitar habitat Rafflesia, yang memperlihatkan keberagaman tinggi dan keberadaan inang tumbuhan (Tetrastigma) yang diperlukan Rafflesia untuk hidup. Ada pula peran hutan ini sebagai “jembatan ekologis” antara taman nasional, yang memungkinkan satwa kunci seperti harimau dan beruang memiliki koridor untuk bergerak.
Meskipun potensi ekowisata sangat besar terutama karena mekarnya Rafflesia yang langka upaya pengembangan wisata harus direncanakan dengan hati-hati. Komunitas lokal dan kelompok pelestarian telah menyatakan minat untuk menjadikan Bukit Daun sebagai destinasi ekowisata, tetapi harus seimbang dengan upaya perlindungan habitat agar tidak merusak ekosistem. Jika pengunjung dikelola dengan benar, wisata alam bisa menjadi alat konservasi sekaligus sumber pendapatan lokal, tanpa menjadikan eksploitasi sebagai ancaman.
Namun, eksploitatif seperti perambahan dan pembalakan liar tetap menjadi tantangan besar. Menurut penelitian ekologis, kerusakan hutan lindung di wilayah Bukit Daun sebagian disebabkan oleh perambahan ilegal. Bila tidak ada intervensi yang tegas, kerusakan ini bisa mengikis fungsi lingkungan dan memicu hilangnya spesies langka.
Solusi untuk menjaga Hutan Lindung Kepahiang harus menyentuh berbagai aspek: regulasi ketat, partisipasi masyarakat, dan pengelolaan berbasis ilmiah. Pemerintah daerah bisa memperkuat kewenangan DLH Kepahiang dan bekerja sama dengan lembaga konservasi serta universitas untuk pemantauan habitat kritis, seperti area mekarnya Rafflesia. Pendidikan lingkungan kepada masyarakat sekitar hutan juga sangat penting: mereka perlu memahami bahwa konservasi hutan bukanlah penghalang pembangunan, melainkan cara untuk memastikan sumber daya alam tetap berkelanjutan.