Tampang.com | Tanpa banyak pemberitaan, harga pupuk — terutama non-subsidi — merangkak naik sejak awal tahun 2025. Bahkan pupuk subsidi pun semakin sulit diakses. Bagi petani kecil, kondisi ini membuat biaya produksi meningkat tajam, sementara harga gabah dan komoditas hasil panen tak ikut naik.
Fakta di Lapangan: Sulit dan Mahal
Di beberapa sentra pertanian seperti Klaten, Grobogan, dan Bima, pupuk urea subsidi yang biasanya dijual Rp112.500 per sak kini langka. Alternatifnya, petani harus membeli pupuk non-subsidi seharga Rp230.000–Rp250.000 per sak — dua kali lipat lebih mahal.
“Kalau tidak pupuk, tanaman tidak jadi. Tapi kalau beli pupuk mahal, kami rugi. Mau bagaimana lagi?” keluh Pak Warsito, petani padi di Grobogan.