Jaksa juga menuntut agar terdakwa membayar Restitusi sejumlah Rp2,3 miliar kepada para korban atau ahli warisnya. Apabila terdakwa tidak mampu membayar restitusi tersebut paling lama 14 hari setelah Putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta kekayaannya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk pembayaran restitusi tersebut.
Dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar restitusi tersebut maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun. Kasus ini bermula saat Polisi mendampingi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah milik Terbit Rencana Perangin Angin yang berlokasi di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, pada Rabu, 19 Januari 2022.
Dari penggeledahan itu, polisi menemukan kerangkeng manusia di belakang rumah Terbit Rencana Perangin Angin. Terbit mengklaim kerangkeng manusia itu digunakan sebagai fasilitas rehabilitasi dan pembinaan korban penyalahgunaan narkoba. Padahal Terbit tak punya izin untuk menjalankan kegiatan tersebut. Tempat itu telah beroperasi selama 10 tahun. Belakangan organisasi Migran Care menemukan indikasi perbudakan modern di rumah tersebut. Mereka menyebut bahwa kerangkeng manusia itu hanya kedok untuk perbudakan yang dilakukan Terbit terhadap buruh perkebunan kelapa sawit miliknya.