Observasi citra satelit dilakukan berdasarkan data resmi konsesi pertambangan, artikel dari media lokal, dan laporan dari LSM terkait. Dari hasil analisis ini, diketahui bahwa dampak dari pertambangan batu bara menjadi dampak terbesar terhadap deforestasi di Indonesia, mencakup sekitar setengah dari total deforestasi yang terjadi. Sementara itu, pertambangan emas, timah, dan nikel juga turut menyumbang terhadap laju deforestasi di Indonesia.
Data menunjukkan bahwa puncak deforestasi sebenarnya terjadi pada tahun 2013, namun masalah deforestasi ini kembali meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2023, pertambangan dikaitkan dengan hilangnya hampir 10.000 hektare hutan primer setiap tahunnya. Kementerian Lingkungan Hidup juga mengungkapkan bahwa lebih dari 73.000 hektare kawasan hutan hilang pada tahun 2021-2022, dengan total deforestasi mencapai 104.000 hektar.
Kondisi yang semakin memprihatinkan ini menjadi semakin mendesak karena ketergantungan Indonesia terhadap batu bara meningkat, sementara upaya untuk memperluas eksploitasi cadangan nikel juga terus dilakukan. Ini dapat dilihat dari fakta bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, yang saat ini sangat diminati karena merupakan komponen penting untuk baterai yang digunakan dalam kendaraan listrik.