Selain itu, Melalui sistem ini, data transaksi tidak wajar seperti pengisian di atas 200 liter solar untuk satu kendaraan bermotor atau pengisian BBM bersubsidi kepada kendaraan yang tidak mendaftarkan nomor polisi (nopol) kendaraannya akan termonitor langsung oleh Pertamina.
“Sejak implementasi exception signal ini pada tanggal 1 Agustus 2022 hingga kuartal I 2024, Pertamina telah berhasil mengurangi risiko penyalahgunaan BBM bersubsidi senilai USD 281 juta atau sekitar Rp 4,4 triliun,” ungkap Nicke melalui keterangan resmi, Jumat (24/5).
Keberhasilan Pertamina dalam menghemat dana sebesar Rp 4,4 triliun ini juga memberikan dampak positif terhadap keberlanjutan lingkungan. Dengan mengurangi konsumsi BBM yang tidak efisien, perusahaan turut serta dalam menyokong program penghematan energi dan pengurangan emisi gas rumah kaca.
Tak hanya itu, penghematan yang berhasil dicapai oleh Pertamina juga memberikan kontribusi positif terhadap kestabilan harga bahan bakar di pasaran. Dengan pengelolaan yang efisien, Pertamina mampu menjaga ketersediaan pasokan BBM yang stabil, sehingga harga di pasar dapat tetap terjaga.