Ternate, sebuah pulau kecil di wilayah timur Indonesia, terkenal dengan kekayaan rempah-rempahnya yang luar biasa. Sejak abad ke-15, Ternate menjadi pusat perdagangan rempah bukan hanya bagi masyarakat lokal, tetapi juga bagi bangsa Eropa yang berusaha memonopoli perdagangan ini. Di antara kekuatan kolonial yang datang ke Ternate, Spanyol memiliki jejak yang sangat signifikan, dengan Benteng Tolukko sebagai salah satu saksi bisu sejarah kolonialisme di pulau ini.
Dibangun pada tahun 1540, Benteng Tolukko awalnya berfungsi sebagai pangkalan militer dan pusat administrasi Spanyol di Ternate. Bangunan ini dibangun oleh Spanyol sebagai bagian dari ambisi mereka untuk menguasai dan mengambil alih jalur perdagangan rempah-rempah dari tangan para pedagang lokal dan bangsa Eropa lainnya, terutama Portugis yang sudah lebih dulu menjejaki wilayah ini. Benteng ini terletak di puncak bukit yang menawarkan pemandangan strategis laut sekitar, membuatnya menjadi posisi ideal untuk mempertahankan wilayah kekuasaan Spanyol.
Bangsa Spanyol melihat Ternate bukan hanya sebagai sumber rempah, tetapi juga sebagai kunci untuk mengendalikan jalur perdagangan di Maluku, yang dikenal sebagai 'Kepulauan Rempah'. Melalui benteng ini, mereka tidak hanya melakukan aktivitas militer, tetapi juga berupaya untuk mendirikan hubungan diplomatik dengan sultan-sultan lokal guna memperkuat posisi mereka. Meskipun akhirnya benteng ini berpindah tangan ke tangan bangsa Belanda, jejak sejarah yang ditinggalkan oleh Spanyol tetap kuat di dalam ingatan kolektif masyarakat Ternate.