Sebelumnya, 9 dari 18 polisi yang juga terlibat dalam pemerasan terhadap penonton konser DWP asal Malaysia telah menjalani sidang kode etik. Tiga diantaranya telah dijatuhi hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Komisi etik juga menjatuhkan sanksi demosi delapan tahun kepada beberapa anggota lainnya. Ketegasan Polri dalam menindak pelanggaran etik anggota kepolisian adalah bukti komitmen untuk menjaga profesionalisme institusi.
Kepolisian harus memberikan rasa aman dan perlindungan kepada masyarakat, bukan malah menimbulkan ketakutan melalui tindakan kriminal. Kasus ini juga menunjukkan pentingnya pengawasan internal yang ketat dalam setiap institusi, termasuk kepolisian.
Selain itu, kasus ini juga menunjukkan pentingnya transparansi dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan anggota kepolisian. Publik memiliki hak untuk mengetahui bahwa pelanggaran etik tidak akan ditoleransi dan akan ditindak tegas.
Kadiv Propam Polri, Irjen Abdul Karim, menyebutkan bahwa jumlah warga negara Malaysia yang menjadi korban pemerasan saat konser DWP 2024 mencapai 45 orang. Barang bukti dalam kasus pemerasan mencapai Rp2,5 miliar.
Langkah Polri menjatuhkan sanksi kepada anggota yang terlibat dalam kasus ini merupakan upaya untuk merestorasi kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Tindakan tegas dan transparan menjadi landasan utama dalam menegakkan supremasi hukum.
Pemberian sanksi yang sepadan kepada pelaku juga menjadi pesan bagi seluruh anggota kepolisian untuk tidak melanggar kode etik dan menjunjung tinggi profesionalisme dalam menjalankan tugasnya.