Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag pada Jumat (19/7/2024) telah menyatakan pendudukan Israel di wilayah Palestina sebagai "ilegal" dan menekankan pentingnya untuk segera mengakhirinya. Keputusan ini menerima tanggapan keras dari pemerintah Israel yang menganggapnya sebagai "keputusan penuh kebohongan", sementara pihak Palestina merespons dengan menyebutnya sebagai sebuah langkah "bersejarah".
Meskipun keputusan ICJ ini bersifat tidak mengikat, namun hal ini secara signifikan meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Israel saat ini, terutama di tengah meningkatnya kekhawatiran atas jumlah korban dan kehancuran akibat konflik antara Israel dan Hamas yang dipicu oleh serangan brutal kelompok tersebut pada 7 Oktober.
Menurut pernyataan hakim ketua ICJ Nawaf Salam, "Pengadilan telah menemukan bahwa keberadaan Israel yang terus-menerus di Wilayah Palestina adalah ilegal." Selain itu, ICJ menambahkan bahwa Israel diwajibkan untuk menghentikan semua aktivitas permukiman baru dan mengevakuasi semua pemukim yang saat ini tinggal di tanah yang diduduki. Tindakan-tindakan Israel seperti pemeliharaan tembok antara wilayah tersebut dianggap sebagai bentuk aneksasi dari sebagian besar wilayah yang diduduki.
Reaksi terhadap keputusan ICJ ini pun bermunculan. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengecam pendapat ICJ sebagai "keputusan penuh kebohongan". Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa orang-orang Yahudi tidak dapat dianggap sebagai penjajah di tanah mereka sendiri, baik di Yerusalem maupun di Tepi Barat yang diduduki.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Al-Maliki menyambut keputusan tersebut dengan menggambarkannya sebagai "momen penting". Terlepas dari kontroversi yang muncul sehubungan dengan keputusan ICJ ini, pendukung hak asasi manusia dan keadilan internasional berharap adanya upaya serius untuk menindaklanjuti keputusan ini.