Faktor krusial yang menonjol adalah kemampuan pilot dan sistem reaksi cepat. Jet tempur J-10 yang digunakan Pakistan, meskipun tak secanggih Rafale, mampu dimaksimalkan berkat latihan intensif, data intelijen real-time, serta jaringan pertahanan udara yang terintegrasi. Hal ini menunjukkan bahwa “the man behind the gun” masih menjadi elemen vital dalam pertempuran udara.
2. Pentingnya Pertahanan Berlapis dan Sistem Terpadu
Keberhasilan Pakistan mempertahankan wilayah udaranya juga mencerminkan efektivitas sistem pertahanan udara berlapis. Dengan dukungan teknologi radar, pesawat intai, dan sistem deteksi cepat berbasis teknologi China, Pakistan mampu merespons serangan dengan koordinasi yang sangat baik.
Indonesia bisa belajar dari pendekatan ini dengan memperkuat sistem radar, mempercepat waktu reaksi, serta memastikan integrasi antara pesawat tempur, pangkalan udara, dan sistem rudal darat-ke-udara. Pertahanan yang tak hanya fokus pada alutsista mahal, tetapi juga sistem komunikasi dan deteksi dini yang efisien, menjadi kunci dalam menghadapi ancaman.
3. Perang Informasi dan Diplomasi Menentukan Persepsi Global
Pasca pertempuran, baik India maupun Pakistan bergerak cepat dalam perang informasi. Pakistan menggencarkan propaganda di media sosial dan media internasional untuk memperkuat posisi tawarnya, dengan menyoroti jatuhnya jet Rafale sebagai simbol kemenangan atas kekuatan Barat. China turut ambil bagian dengan menyebar konten-konten satir yang meragukan superioritas teknologi Barat.