Tampang.com | Penangkapan mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte oleh International Criminal Court (ICC) menjadi isu panas yang memecah opini publik. Sebagian masyarakat Filipina mendukung langkah ini, menganggapnya sebagai bentuk akuntabilitas atas dugaan pembunuhan massal dalam perang melawan narkotika. Namun, kelompok yang lebih besar justru mengecam tindakan ICC, menganggapnya sebagai intervensi asing terhadap kedaulatan negara.
Kebijakan keras Duterte dalam memerangi narkoba memang kontroversial. Selama masa kepemimpinannya, ribuan tersangka pengguna dan pengedar narkoba tewas dalam operasi kepolisian yang brutal. Pihak yang menentang Duterte menuding bahwa tindakan tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, sementara para pendukungnya berpendapat bahwa itu adalah bagian dari upaya menjaga stabilitas nasional.
Tanggapan Pemerintah Filipina dan ASEAN
Langkah Presiden Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr. yang tidak menghalangi proses hukum ICC terhadap Duterte memicu kekecewaan dari banyak pihak di dalam negeri. Para pendukung Duterte menilai tindakan ini sebagai pengkhianatan terhadap pemimpin yang pernah membawa stabilitas.
Di tingkat regional, isu ini juga memunculkan kekhawatiran terkait intervensi lembaga internasional terhadap negara-negara ASEAN. Sebagian pihak menilai bahwa permasalahan hukum yang melibatkan seorang pemimpin negara ASEAN sebaiknya ditangani melalui mekanisme hukum nasional atau regional, bukan melalui pengadilan internasional yang bisa memiliki motif politis.