Tampang

Penangkapan Rodrigo Duterte: Kontroversi dan Dampaknya di Kawasan ASEAN

26 Mar 2025 09:49 wib. 69
0 0
Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte saat menghadiri sidang senat mengenai perang narkoba selama masa pemerintahannya, di Manila, 28 Oktober 2024.
Sumber foto: Google

Prinsip non-intervensi yang dipegang teguh oleh ASEAN sejak lama seharusnya menjadi landasan dalam menyelesaikan kasus ini. Jika tidak, keterlibatan pihak eksternal dalam urusan dalam negeri negara ASEAN dikhawatirkan akan membuka peluang bagi kasus-kasus serupa di masa depan, yang bisa berdampak pada stabilitas politik dan ekonomi kawasan.

Kritik terhadap ICC dan Potensi Politisasi Kasus

Sejak berdiri pada 1998 dan mulai beroperasi penuh pada 2002, ICC telah menangani berbagai kasus kejahatan internasional. Namun, tidak semua negara mengakui yurisdiksi ICC, termasuk Filipina yang keluar dari Statuta Roma pada 2019.

Fakta bahwa Filipina bukan lagi anggota ICC menimbulkan pertanyaan tentang legalitas dan kewenangan ICC dalam menindak Duterte. Kritikus menilai bahwa penangkapan ini lebih bernuansa politis daripada sekadar upaya penegakan hukum.

Apalagi, di balik kasus ini, terdapat dugaan bahwa langkah ICC dimanfaatkan oleh pihak tertentu dalam pemerintahan Marcos Jr. untuk melemahkan posisi politik Sarah Duterte, putri Rodrigo Duterte, yang digadang-gadang akan mencalonkan diri sebagai presiden.

Indonesia dan ASEAN Harus Bersikap

Sebagai salah satu pemimpin ASEAN, Indonesia harus mendorong penyelesaian kasus ini melalui jalur diplomasi regional, bukan melalui mekanisme hukum internasional yang melibatkan pihak eksternal. Jika dibiarkan, preseden ini bisa mengancam kedaulatan negara-negara ASEAN lainnya di masa depan.

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?