Edi Pambudi mengungkapkan, "Kami sedang menyusun yang namanya geostrategi, yaitu melakukan link antara geoeconomics, dengan menggunakan aset-aset instrumen ekonomi untuk menavigasi setiap perubahan politik. Kami juga menghitung dampak dari setiap konflik yang terjadi dan seberapa besar prosesnya, agar hal tersebut tidak menimbulkan volatilitas di dalam negeri." Strategi ini menjadi penting mengingat adanya ketidakpastian dalam arah kebijakan ekonomi yang mungkin diambil oleh AS di bawah kepemimpinan Trump atau Kamala Harris.
Menariknya, hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Reuters/Ipsos menunjukkan bahwa Wakil Presiden Demokrat Kamala Harris unggul tipis atas mantan Presiden partai Republik, Donald Trump, dengan selisih 46% dibanding 43%. Hal ini menunjukkan bahwa Kamala Harris masih memimpin meskipun dengan selisih yang tidak terlalu besar. Meskipun demikian, kedua kandidat ini memiliki komitmen serupa dalam membatasi perdagangan dengan pemerintahan China serta negara-negara lain yang dianggap berdampak buruk terhadap defisit neraca perdagangan AS.
Tidak hanya itu, Trump telah menyatakan akan memberlakukan tarif sebesar 10% untuk setiap impor dari negara manapun, sementara impor dari China akan dikenakan tarif sebesar 60%. Hal ini tentu saja memiliki dampak yang signifikan bagi ekonomi global, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu memastikan bahwa strategi geoekonomi yang sedang disusun dapat mengantisipasi potensi efek dari kebijakan perdagangan AS di masa mendatang, terlepas dari siapa yang terpilih sebagai Presiden AS.