Selain beban finansial, keduanya yang bekerja masing-masing sebagai manajer dan juga pedagang saham juga menilai saat ini kehidupan mereka tanpa anak pun sudah terasa kekurangan waktu.“Sebagian besar waktu saya bekerja di kantor adalah 10 hingga 12 jam dalam sehari. “Bagaimana kami punya waktu untuk merawat anak-anak kami?” jelas Boontarika.
Fenomena ini juga mencerminkan perubahan pola pikir masyarakat yang semakin terbuka terhadap pilihan hidup pasangan suami istri. Tidak lagi dipandang sebelah mata, keputusan pasutri ini menjadi suatu bentuk pilihan hidup yang bisa dihormati dan diakui keberadaannya. Di sisi lain, komunitas pecinta kucing di Thailand juga semakin memasyarakat, menunjukkan bahwa budaya merawat kucing sebagai hewan peliharaan semakin berkembang di negara tersebut.
Terlepas dari pro dan kontra yang muncul, fenomena pasutri di Thailand yang lebih memilih untuk mengurus 11 kucing daripada memiliki anak menggambarkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memilih jalannya sendiri. Keputusan pasangan ini mencerminkan bahwa kebahagiaan tidak selalu identik dengan memiliki anak, melainkan dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, termasuk dalam kasih sayang dan perhatian terhadap hewan peliharaan.
Pada akhirnya, pilihan hidup merupakan hak setiap individu dan pasangan. Fenomena pasutri di Thailand ini memberikan inspirasi bagi masyarakat untuk lebih menghormati pilihan hidup orang lain, tanpa menyalahkan atau memaksa standar hidup yang sama untuk semua orang.