Dia menambahkan bahwa ada beberapa kardinal yang dianggap lebih memiliki peluang besar untuk terpilih, antara lain Kardinal Luis Antonio Tagle dari Filipina, Kardinal Peter Turkson dari Ghana, dan Kardinal Pietro Parolin dari Italia.
Sementara itu, Maria Goretti, seorang mahasiswa berumur 23 tahun yang kini menempuh pendidikan di Yogyakarta, berbagi pandangannya. Ia juga beranggapan bahwa kesempatan Kardinal Suharyo untuk menjadi paus masih cukup kecil, mengingat daya tarik dan popularitasnya dibanding sejumlah kardinal lainnya. "Namun, ia memiliki nilai plus yang tak dapat diabaikan," tambahnya. Menurutnya, Kardinal Suharyo dikenal sebagai sosok yang rendah hati dan tidak otoriter. Dia menekankan peranan penting yang dimiliki Kardinal Suharyo dalam mempromosikan perdamain dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia, serta latar belakang pendidikan teologinya yang mumpuni.
Diana, seorang wanita berusia 28 tahun, memiliki pandangan yang sedikit lebih optimis. Dia percaya Kardinal Suharyo memiliki peluang besar untuk memenangkan hati para kardinal lainnya, dengan catatan ada kemiripan antara kepemimpinannya dan gaya Paus Fransiskus yang merakyat serta mengutamakan kemanusiaan. Dia menegaskan bahwa dalam konteks pelayanan gereja, sepatutnya tak ada kompetisi antar kardinal, dan hasil konklaf seharusnya ditentukan semata-mata oleh kehendak Tuhan.
Kardinal Ignatius Suharyo sendiri menyampaikan bahwa ia tidak berambisi untuk menjadi Paus. Sejauh ini, ia tidak mempersiapkan hal-hal khusus untuk mengikuti proses konklaf tersebut. Dalam pembicaraan santainya, ia menjelaskan sebuah pepatah yang terkenal di kalangan kardinal yang berkaitan dengan konklaf, "Kalau masuk sebagai calon Paus, keluar nanti sebagai kardinal." Ia menegaskan bahwa keinginan untuk menjadi paus bukanlah sebuah ambisi, melainkan sebuah panggilan yang harus disikapi dengan bijaksana.