Interaksi dengan kecerdasan buatan, seperti model bahasa besar (LLM) semacam GPT dari OpenAI, kini menjadi bagian tak terpisahkan dari pekerjaan, belajar, hingga sekadar mencari informasi. Banyak dari kita mungkin punya kebiasaan menambahkan kata "tolong" atau "terima kasih" saat memberi perintah. Rasanya wajar saja, layaknya berbicara dengan manusia. Namun, di balik kebiasaan sopan ini, ada pertanyaan menarik: apakah tambahan kata-kata tersebut, yang notabene memperpanjang prompt, sebenarnya bisa membuat penyedia layanan seperti OpenAI merugi secara finansial?
Cara Kerja Model Bahasa Besar dan Biaya Operasionalnya
Untuk memahami potensi dampak finansial ini, kita perlu sedikit mengintip cara kerja LLM. Model seperti GPT beroperasi dengan memproses input (perintah atau prompt) yang diterima, kemudian menghasilkan output (respons). Proses ini melibatkan komputasi yang sangat intensif, terutama saat model tersebut harus "berpikir" dan menghasilkan teks. Biaya utama operasional LLM terletak pada dua hal:
- Biaya Inferensi: Ini adalah biaya yang muncul setiap kali model digunakan untuk menghasilkan respons dari prompt. Biaya ini dihitung berdasarkan jumlah token yang diproses. Token bisa berupa kata, bagian dari kata, atau bahkan tanda baca. Semakin panjang prompt dan output yang dihasilkan, semakin banyak token yang dihitung, dan semakin tinggi biaya inferensinya.
- Biaya Pelatihan: Ini adalah biaya yang sangat besar untuk melatih model dari awal menggunakan data dalam jumlah raksasa. Namun, biaya ini adalah investasi awal yang tidak berkaitan langsung dengan setiap interaksi pengguna harian.
Jadi, fokus kita ada pada biaya inferensi, yang dihitung per token. Setiap kali sebuah prompt dikirim, model harus memproses setiap token di dalamnya. Dan setiap token yang dihasilkan sebagai jawaban juga dikenakan biaya.
Dampak Kata-Kata Sopan pada Penggunaan Sumber Daya