“Hanya mobil kecil yang diutamakan melintas. Truk harus menunggu,” terang Misdiono saat ditemui Kaltim Post di lokasi jalur berlumpur kemarin siang. Wajahnya sudah luar biasa kuyu. Bukan hanya harus keluar tenaga untuk tetap terjaga, dompetnya ikut terkuras. Bahan bakar minyak tambahan yang harus dibeli Rp 1,3 juta. Antrean membuat konsumsi bahan bakar lebih rakus. Belum lagi untuk makan setiap hari yang dibeli Misdiono dengan harga tinggi.
Tiga malam berjalan lambat karena truk Misdiono bergerak seperti semut. Sampai akhirnya dia sudah di posisi terdepan siang kemarin. Begitu tiba giliran, Misdiono menyalakan mesin. Truk bergerak menuju jalur berlumpur yang sempat diratakan dua ekskavator berwarna biru dan kuning milik Dinas Pekerjaan Umum Kukar. Namun, hujan dan truk yang terus berdatangan meleburkan jalan itu lagi.
Misdiono menunjukkan keahliannya sebagai sopir senior. Untuk 50 meter pertamanya dilalui dengan lancar meski sedikit terseok-seok ketika menjejak lumpur dalam. Di separuh jalan barulah tantangan sebenarnya datang. Misdiono harus turun dari truk dan menaruh beberapa batu di lubang yang rawan. Dia mengeker jalur yang hendak dilewati di jalan selebar 10 meter itu. Sedikit percuma karena di semua titik sama saja. Seluruh tanah basah dan lembek.
Misdiono sekali lagi memegang kemudi. Kakinya menginjak gas yang menimbulkan raungan mesin. Sebuah lubang dalam yang tertutup lumpur membuat dia kelimpungan. Truk bermuatan berat itu terperangkap. Sebuah truk yang lain akhirnya datang dari depan untuk menariknya. Puluhan anggota TNI dan pegawai kecamatan ikut membantu agar dia keluar dari perangkap lumpur.